Misteri Air Kalak di Gunung Rinjani, Pemandian Air Panas yang Sakral hingga Sebabkan Pendaki Malaysia Tewas

Laros Media - Gunung Rinjani menjadi salah satu gunung yang punya banyak cerita misteri di balik keindahan panorama yang dimilikinya.

Berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, Gunung Rinjani berada pada ketinggian 3.726 mdpl. Saking tingginya, penduduk di sana menganggapnya sebagai tempat yang sakral.

Salah satu misteri yang menyelimuti Gunung Rinjani, yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia ini adalah Aik Kalak.

Aik Kalak merupakan sumber mata air panas di sekitar lereng Gunung Rinjani. Aik Kalak berasal dari bahasa Sasak yang artinya 'air panas'. Tempat pemandian sumber air panas ini memiliki sebuah cerita mistis.

Baca Juga: Beginilah Keistimewaan dan Pekerjaan yang Cocok Untuk Pemilik Weton Kelahiran Hari Senin, Salah Satunya PNS

Konon katanya, Aik Kalak dipercaya sebagai tempat pemandian salah satu tokoh pewayangan terkenal di Lombok yaitu Jayengrana.

Adapun mitos yang tersebar di daerah sana, jika minyak Siu Satus Tunggal direndam di Aik Kalak dan warnanya semakin jernih, maka minyak tersebut memiliki kekuatan untuk menyembuhkan orang dari penyakit.

Dan jika wasiat atau barang peninggalan tidak memiliki kekuatan, maka barang tersebut akan rusak dan bengkok. Sehingga tak heran lagi jika Aik Kalak ini dipercaya memiliki kesaktian.

Terlepas dari mitos yang ada, kisah haru juga dirasakan oleh para pendaki gunung khususnya Gunung Rinjani.

Baca Juga: Inilah Kampus-kampus Terangker di Indonesia, Anda Berani Masuk Sini? Kehororannya Bikin Bulu Kuduk Naik

Tahun 2016 silam, kejadian nahas menimpa salah satu pendaki asal Malaysia ditemukan tewas di tempat pemandian air panas tersebut.

Diketahui pada saat itu, korban sedang menyelam dan tidak timbul lagi ke permukaan sehingga jasadnya ditemukan mengambang pada malam hari.

Selain itu, tahun 2021 silam juga ada salah satu pendaki asal Lombok Utara yang meninggal di kawasan Gunung Rinjani setelah berobat di Aik Kalak.

Diketahui kondisi korban memburuk sehingga tidak mampu berjalan melanjutkan perjalanan pulang.